Pages

2013/09/07

Proses Lamaran dalam Suku Nias di Padang

Setiap suku di Indonesia mempunyai adat istiadat yang berbeda. Saya adalah perempuan yang terlahir dengan garis keturunan Nias, dengan kota kelahiran Padang, Sumatera Barat. Konon ceritanya nenek moyang kami dari Nias merantau ke kota ini dan berkembang di sini, jadi tidak heran banyak orang bersuku Nias yang lahir dan tinggal di Padang. Saya tidak tahu persis tentang adat istiadat asli dari Pulau Nias, apakah sama atau ada perbedaan dengan kami yang telah lama di Padang. Bagi suku Nias di Padang, prosesi lamaran mempunyai tata caranya tersendiri. Lamaran itu dilakukan oleh pihak laki-laki terhadap pihak perempuan.

Lamaran tidak boleh langsung dilakukan oleh keluarga inti laki-lakinya, apalagi oleh laki-lakinya sendiri. Pihak laki-laki harus mencari seorang perantara yang bisa dipercaya untuk menyampaikan lamaran kepada pihak perempuan. Lamaran ini juga terdiri dari dua tahap. Tahap yang pertama dilakukan oleh ibu-ibu (saudara perempuan) dari pihak laki-laki. Mereka mendatangi seorang ibu (wanita dewasa) untuk menyampaikan lamaran. Wanita yang didatangi itu akan datang ke rumah pihak perempuan untuk menyampaikan lamaran tersebut. Lamaran tidak langsung dijawab pada saat itu oleh orang tua perempuan, mereka wajib menanyai kepada anak gadisnya terlebih dahulu. Ini moment yang cukup mendebarkan bagi saya.

Apapun jawaban anak gadisnya, orang tua perempuan wajib memberikan jawabab kepada wanita yang datang membawa lamaran. Dalam waktu yang tidak boleh terlalu lama, orang tua/wali perempuan mendatangi rumah wanita itu untuk menyampaikan jawaban mereka atas laranan yang disampaikan. Jika lamarannya ditolak, maka prosesnya berhenti sampai di situ saja, tanpa mengurangi rasa persaudaraan. Tapi jika lamarannya diterima, maka prosesnya kan berlanjut ke tahap yang ke dua. Orang tua perempuan akan menunjuk seorang laki-laki dewasa, dimana pihak laki-laki akan menyampaikan lamrannya lagi. Laki-laki dewasa yang ditunjuk inilah nantinya pada acara pernikahan adat yang menjadi "Ama Yomo" (salah satu perangkat dalam pernikahan adat). Pihak laki-laki juga menunjuk seorang laki-laki dewasa, yang nantinya akan langsung menyampaikan lamaran kepada laki-laki yang ditunjuk pihak perempuan. Laki-laki dari pihak laki-laki ini akan menjadi "Ama Badanö" pada pernikahan adat nantinya.

Pada waktu yang telah ditetapkan, Ama Badanö akan datang menemui Ama Yomo untuk menyampaikan lamaran. Sama seperti pada tahap pertama, Ama Yomo akan mendatangi rumah pihak perempuan untuk menyampaikan lamaran tersebut. Orang tua perempuan akan menjawab lamaran sekaligus menyampaikan jumlah MAHAR (Böwö, bahasa Nias) yang telah mereka tetapkan untuk anak gadisnya. Kemudian Ama Yomo kembali memanggil Ama Badanö untuk datang ke rumahnya guna menyampaikan jawaban pihak perempuan. Ama Badanö akan segera datang dan menyampaikan jawaban tersebut kepada pihak laki-laki. Apabila pihak laki-laki kurang setuju dengan Böwö yang telah ditetapkan, mereka boleh mengutus Ama Badanö kembali ke rumah Ama Yomo untuk membicarakan perihal Böwö tersebut. Ama Yomo juga akan datang kembali ke pihak perempuan untuk menyampaikannya. Dalam proses ini akan terjadi timbang menimbang baik dari pihak perempuan maupun laki-laki perihal Böwö tersebut, sampai akhirnya dapat diambil keputusan. Apabila akhirnya pihak laki-laki tidak bisa menyanggupi Böwö yang sudah ditetapkan pihak perempuan, maka lamaran akan dihentikan, dengan kata lain ditolak. Tapi jika pihak laki-laki dapat menyanggupinya, maka lamaran diterima.

Setelah selesai proses lamaran ini, maka nanti pihak perempuan akan menetapkan waktu pertunanganan dan pernikahan melalui Ama Yomo dan Ama Badanö untuk disampaikan kepada pihak laki-laki.